Sebagai seorang pengusaha Chemical Supplier di Bandung, Tonny Andrian selalu disibukkan dengan pekerjaan. Tidak ada waktu baginya bersantai bahkan untuk keluarga sekalipun. Ia yakin dengan bekerja secara total, ia bisa menjadi orang yang sukses – punya banyak harta dan dapat melakukan apa saja yang diinginkan.
Pada tahun 1992, ia memutuskan untuk mengembangkan bisnis lebih besar lagi. Dengan dibantu seorang teman dan suntikan dana dari bank, Tonny akhirnya mendirikan sebuah pabrik.
Sementara itu, Elly Kurnia yang merupakan istri dari Tonny gelisah melihat aktivitas sang suami yang begitu padat. Rutinitas yang dihabiskan sang suami di tempat kerja membuat Elly selalu kesepian. Tonny yang seharusnya menjadi orang yang bisa diajaknya berbicara, justru selalu enggan diajak berkomunikasi. Jika mengeluarkan keluhan sedikit saja, emosi marah sang suami langsung naik dan membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.
Tonny sendiri tidak ambil pusing akan keadaan itu. Ia justru senang jika istri tunduk dan takut kepadanya. Di dalam otaknya hanyalah bagaimana bisnis bisa berjalan dan memberikan keuntungan berlipat-lipat.
Lima tahun berselang, tepatnya pada 1997, sebuah peristiwa tak terduga terjadi di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi di berbagai negara, ternyata ikut merembet sampai ke dalam negeri. Akibat krisis itu, pabrik Tonny dan rekan mengalami kerugian besar. Lilitan hutang sampai ratusan juta rupiah tidak bisa ia hindarkan.
Terdesak dengan situasi tersebut, Tonny mendatangi para customer yang masih berhutang kepada pihaknya. Saat hendak meminta uang, ia terkaget karena ternyata rekan usahanya sudah menagih lebih dahulu. Tambah mengejutkan lagi, saham-saham yang ia miliki ternyata sudah diambil oleh rekannya. Tonny akhirnya sadar jika ia telah ditipu.
Dengan segala sisa kekuatan yang dimiliki, ia melakukan lobi-lobi kepada pihak bank yakni supaya personal guarantee yang ia punya dicabut dan dihapuskan. Namun, hal itu ternyata gagal. Oleh karena pembayaran yang tersendat, hutangnya kian bertambah sampai melebihi satu miliar rupiah.
Di tengah kekalutan yang Tonny alami, Elly datang dan memberikan kekuatan kepada sang suami. Ia mengingatkan Tonny akan adanya Tuhan. Tonny mendengarkan perkataan sang istri dan mau bersama-sama mengambil doa dan puasa selama 3 hari 2 malam. Di masa-masa itu, ketika membaca Alkitab seorang diri, ia menemukan sebuah ayat yang berbunyi “Tuhan itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya” (Nahum 1:7) Ayat firman itu membuatnya tersadar dan bertobat. Kedamaian pun meliputi dirinya.
Peristiwa tersebut Tonny langsung ceritakan kepada sang istri. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, hari itu mereka berdua bisa mengungkapkan perasaan masing-masing. Sebagai suami, Tonny untuk pertama kali mau mendengarkan curahan hati sang istri. Dengan rasa penyesalan, ia meminta maaf kepada sang istri. Elly menerima permohonan maaf suaminya, “Jadi ketika saya mengaku pada saat itu, pengampunan diberikan oleh Tuhan kepada saya.”
Waktu bergulir, mujizat terjadi. Hutang Tonny bernilai miliaran rupiah ternyata Tuhan lunasi. Penutupan beberapa lembaga keuangan di Indonesia yang terjadi karena krisis moneter lalu berdampak juga terhadap personal guarantee dirinya. Dengan kebijakan yang dikeluarkan pihak otoritas saat itu, secara hukum ia terbebas dari hutang-hutangnya dahulu.
Tonny beserta keluarga menyambut hal tersebut dengan senang dan ucapan syukur. Elly bahkan terlebih bahagia karena sifat suaminya telah berubah.
Tonny tahu semua yang terjadi ini karena Tuhan dan ia tidak ingin menyia-nyiakan anugerah yang sudah ia terima dari-Nya tersebut, “The rest of my life, seluruh hidup saya, dimanapun saya berada, saya mau dipakai oleh Yesus Kristus Tuhan. Saya mau ingin membagikan tentang pembaruan dalam Yesus kepada siapa saja.”
Sumber : Tonny Andrian